Jakarta - Waralaba yang sempat melejit di tanah air, 7-Eleven
harus beralih kepemilikan dari PT Modern Sevel Indonesia (MSI) kepada PT
Charoen Pokphand Restu Indonesia (CPRI) yang merupakan entitas dari PT
Charoen Pokphand Indonesia (CPI) Tbk.
Hal ini ditandai dengan penandatanganan akusisi oleh kedua belah pihak pada 19 April 2017. Kemudian dipublikasikan dalam keterbukaan informasi yang dikutip detikFinance, Senin (24/4/2017).
Sevel sepakat dialihkan dengan nilai transaksi sebesar Rp 1 triliun. Nilai transaksi melebihi dari 50% dari nilai ekuitas perseroan per 31 Desember 2016.
Transaksi rencananya akan diselesaikan pada tanggal 30 Juni 2017 dengan beberapa syarat persetujuan korporasi lewat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), instansi pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kreditur hingga 7-eleven Inc.
Sevel Makin Sepi
7-Eleven alias sevel adalah waralaba yang bergerak pada segmen bisnis restoran dan convenience store. Peralihan yang cukup mengejutkan, karena terjadi ketika waralaba tersebut tengah dalam situasi menurun.
Dituliskan dalam keterbukaan informasi tersebut, bahwa sevel sudah mengalami kerugian pada beberapa tahun akhir karena persaingan pasar yang tinggi serta. Sementara pengembangan bisnis memerlukan modal yang besar.
detikFinance, beberapa waktu lalu sempat menelusuri perkembangan bisnis tersebut di Jakarta. Ditemukan beberapa gerai tutup. Ada berbagai isu yang sempat menjadi indikasi, seperti larangan penjualan alkohol hingga aktivitas nongkrong enggak jajan.
Baca juga: Nongkrong Enggak Jajan, Bikin Banyak Sevel Tutup?
Corporate Secretary 7-Eleven Tina Novita mengkonfirmasi hal tersebut pada awal tahun. Ia menyebutkan bahwa ada penutupan 30 gerai akibat rugi, seiring dengan biaya operasional yang membengkak tak sesuai pendapatan.
Penurunan bisnis terjadi sejak 2015, ketika ekonomi nasional juga memang sedang melemah khususnya pada komponen daya beli masyarakat. Di samping itu ada larangan penjualan minuman beralkohol pada 17 April 2015.
Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 06/M-DAG/PER/1/2015 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minol.
"Salah satunya minuman beralkohol itu dilarang jadi penjualannya berkurang, penurunan pembelian snack-snack seperti kacang-kacangan juga, dan sebagian karena untuk toko-toko yang performanya turun dia tidak bisa bayar listrik. Supaya kita tidak terlalu rugi banyak, mau tidak mau tutup," ujar Tina
sumber: Detik Finance
Hal ini ditandai dengan penandatanganan akusisi oleh kedua belah pihak pada 19 April 2017. Kemudian dipublikasikan dalam keterbukaan informasi yang dikutip detikFinance, Senin (24/4/2017).
Sevel sepakat dialihkan dengan nilai transaksi sebesar Rp 1 triliun. Nilai transaksi melebihi dari 50% dari nilai ekuitas perseroan per 31 Desember 2016.
Transaksi rencananya akan diselesaikan pada tanggal 30 Juni 2017 dengan beberapa syarat persetujuan korporasi lewat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), instansi pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kreditur hingga 7-eleven Inc.
Sevel Makin Sepi
7-Eleven alias sevel adalah waralaba yang bergerak pada segmen bisnis restoran dan convenience store. Peralihan yang cukup mengejutkan, karena terjadi ketika waralaba tersebut tengah dalam situasi menurun.
Dituliskan dalam keterbukaan informasi tersebut, bahwa sevel sudah mengalami kerugian pada beberapa tahun akhir karena persaingan pasar yang tinggi serta. Sementara pengembangan bisnis memerlukan modal yang besar.
detikFinance, beberapa waktu lalu sempat menelusuri perkembangan bisnis tersebut di Jakarta. Ditemukan beberapa gerai tutup. Ada berbagai isu yang sempat menjadi indikasi, seperti larangan penjualan alkohol hingga aktivitas nongkrong enggak jajan.
Baca juga: Nongkrong Enggak Jajan, Bikin Banyak Sevel Tutup?
Corporate Secretary 7-Eleven Tina Novita mengkonfirmasi hal tersebut pada awal tahun. Ia menyebutkan bahwa ada penutupan 30 gerai akibat rugi, seiring dengan biaya operasional yang membengkak tak sesuai pendapatan.
Penurunan bisnis terjadi sejak 2015, ketika ekonomi nasional juga memang sedang melemah khususnya pada komponen daya beli masyarakat. Di samping itu ada larangan penjualan minuman beralkohol pada 17 April 2015.
Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 06/M-DAG/PER/1/2015 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minol.
"Salah satunya minuman beralkohol itu dilarang jadi penjualannya berkurang, penurunan pembelian snack-snack seperti kacang-kacangan juga, dan sebagian karena untuk toko-toko yang performanya turun dia tidak bisa bayar listrik. Supaya kita tidak terlalu rugi banyak, mau tidak mau tutup," ujar Tina
sumber: Detik Finance